Posted by : Etika Indra Khusna Jumat, 22 April 2011

Ashar , kuiringi dengan dzikir yang tertetesi tangisanku , Tangisan yang tiba-tiba saja jatuh mengalir dan tak takut kuusap . Dzikirku masih terus terucap sembari tangan ini menandai hitungan agar terkumpul sebanyak tiga puluh tiga kali . Bukan batasan sebenarnya angka tiga puluh tiga itu , namun seperti sudah terbiasa seperti itu . Lebih tepatnya kulihat dari buku Fasholatan dan pengetahuan dari guru agamaku . Ayahku juga pernah memberitahuku tentang angka dzikir itu . Namun jika senggang maupun dalam keadaan sibuk , ketika hatiku ingat setiap lafadz Agung Illahi , sesegera mungkin kuucap semampuku agar aku tenang .
Senja bulan lalu begitu angkuh kutetapkan . Dan begitu percaya kusematkan . Impianku jangka dekat ini , untuk kuraih Ujian Nasional dengan kesuksesan , dan kudapatkan Tanda Mahasiswa di Universitas idamanku. Angan-anganku berjalan hampir satu bulan , karena memang aku berfikir aku bisa dan mampu meraihnya . Aku sombong saat itu .
Hingga ashar tadi kuberbicara pada hati bahwa beginilah derup semangat ketika berada di ujung masa konstan . Karena beberapa bulan lagi aku akan keluar dari masa tetap dan penuh aturan selama 12 tahun ini . Namun ada sedikit ketakutan , aku merasa takut akan dunia mahasiswa dan masyarakat nantinya . Apalagi masa depanku yang ghaib . Sepertinya akan panjang dan susah perjalanan hidupku nanti . Begitu hipotesa bodohku. Serentak fikiran itu melambung memenuhi otak . Menakuti hati ini yang semakin ciut dan pengecut . Dan tak kuasa ku manangis berlindung dan meraih ashar dan dzikirku . Aku menangis sejadinya di hadapan Sang Khalik yang kupercaya sedang melihatku dan benar-benar merengkuh jiwaku . Tak ada kata yang masih terpendam , karena semua tertuang dalam bisikku denganNya . Dari takbiratul ikhram , rakaat-rakaat , dan sujud serta salam akhir kuungkapkan ketakutanku itu . Aku benar-benar jatuh dan menangis .
Selama ini, aku merasa kuat , aku dekat dan menjadi rindu setiap kutak menjalankan lima waktuku . Menangis sejadinya ketika aku lalai beberapa rakaat karena terbuai dalam hasutan setan dan kebodohanku . Dan aku selalu yakin bahwa Gusti Allah akan selalu melindungiku apapun yang terjadi . Semua hal kuminta kepadaNya . Sekali lagi , semua itu kuminta kepadaNya . Tanpa usaha berarti dan seperti kesiaan semata .
Namun ketika tangisan ashar itu bermakna lain, aku tiba-tiba berfikir . Aku terlalu angkuh menyatakan bahwa aku ini dekat denganNya , bahwa aku mampu menggapai semua impianku karena aku hambaNya . Ah. Terlalu sombong fikirku kala itu . Kenapa aku tak mampu merendah dihadapanNya ? Untuk bersyukur dalam sungkur sujudku setiap lima waktu , untuk baerterimakasih akan jalan hidupuku selama 17 tahun ini . Dan akhirnya hanya ketakutan yang tak perlu ada, kemudian merasuk menggerogoti keangkuhan fikiran . Kumenunduk dalam dzikir .
Kuusap lagi tetesan air mataku , kutengadahkan tangan , kuberdo’a semampuku . Kuakhiri senja penuh mega kecantikan langit itu dengan usapan terakhir tepat sebelum keluar dari mata . Belum tenang kudapatkan , hanya keluhan yang lega kubisikkan kepadaNya . Aku beranjak dari sajadahku, kulipat rapi mukenaku, kukenakan jilbab dan kuraih mushaf Al-Qur’an dari deretan kitab dan bukuku . Kudekap erat dan berusaha tak menangis lagi .
” Nduk , wis sholat to ?” suara ibukku mengingatkan dari luar pintu kamar . ” Sampun, Buk ! ” jawabku sekenanya dengan suara sedikit berat . Aku ingin bercerita sebenarnya kepada ibuk, namun sepertinya bukan saat ini . Aku belum mampu menenangkan hati, fikiran, dan jiwaku .Aku masih mendekap erat mushafku . Dan kulihat sejenak jam weker di meja atas . Pukul 05.10 . Aku masih punya waktu sekitar satu jam . Dan masih banyak waktu menata jiwaku yang rapuh .
Kubuka lembar demi lembar , mencari tanda batas ketika terakhir kubaca Al-Qur’an ini . Mulai kulafadzkan ayat pembukaan . Basmalah . Kubaca dengan tenang . Di dalam mushafku menunjukkan lembar ke 525 , Jus ke dua puluh tujuh . Surah ke lima puluh tiga , firman yang diturunkan Gusti Allah di Mekah sebanyak 62 ayat . Surat An – Najm , Surat Bintang .
Kulanjut dengan membuka lembar demi lembar berikutnya . Surat Illah, Al – Qamar , Surat Bulan maknanya . Masih penuh tenang, dan tetap mencoba memahami keindahan makna firmanNya . Sedikit demi sedikit ada embun kesejukkan akan CintaNya . Cinta Sang Khalik yang merasuk dalam menuju relung kerapuhanku .
Ketika kumengakhiri ayat terakhir Surat Al – Qamar , ayat ke lima puluh lima , ponselku bersuara . Nada pesan salam dari Upin Ipin . Hatiku tergerak untuk mengambil, dan membacanya sejenak . Subhanallah, pesan dari adik kelasku, mengingatkan dengan kata-kata mutiara dari Majlis Ta’limku . Aku tersenyum membacanya . Ada kedamaian yang marayap santun, menutup celah kesendirian . Ada orang – orang yang menyayangiku . Fikiranku melambung sejenak, bersyukur dapat mengenal mereka .
Aku kembali memencet tombol kembali ke layar awal . Aku meletakkannya di atas meja atas . Dan kuhadapkan lagi tubuh ini di depan mushaf Illahi Rabbi . Terbaca di depanku . Ar – Rahman , Yang Maha Pengasih . Madaniyyah . Surat ke lima puluh lima : 78 ayat . Bergetar hati ini membaca awal ayat , karena aku membaca firman asmaNya dalam cinta . Dan, aku tak mampu menahan tangis ini untuk terdiam dan tak keluar . Ayat – ayat indah terulang beberapa kali . Fabiayyi aalaaairabbikuma tukadzibaan . Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ? . Marasuk cepat menuju qolbu . Menyebarkan sinyal kasihNya yang indah . Tetesan airmataku tak ingin berhenti . Dan cepatku lantunkan lafadz hamdalah di akhir ayat . Dan aku menangis dengan ketenangan lebih . Mengusap air mataku semampuku , menutup mushafku , dan kucium lembut dalam dekapku . Aku mencintaiMu .
            Allahuakbar ... Allahuakbar . Suara muadzin melengkapi kebahagiaanku senja itu . PanggilanNya begitu tenang dan melantun indah dalam telingaku dan hamba-hambaNya yang lain hingga hati ini begitu cinta dan rindu kepadaNya . Tanda Maghrib bergema memanggilku dan seluruh hambaNya untuk mengucap syukur, memenuhi kebutuhan jiwaku.

***
Tiba-tiba, ada suara hati lain yang berucap agar aku berhenti merengek dan menangis . Dia seperti berkata , ” Kau pun patut bermimipi, karena itu do’amu dan irja’mu . Kau patut merasa dekat dengan Illahmu, karena kau memang harus mendekatiNya . Kau patut terus berdo’a dan mencintai Tuhanmu, namun ingat untuk selalu memantaskan dirimu di hadapanNya . Gusti Allahmu itu begitu Agung dan Maha Segalanya , karena Dia Pemilikmu ... Tetap cintai dan rindui Dia, tetap harapkan dan panutkan semua mimpimu kepadaNya karena Allah menyukai hambaNya yang mendekatiNya ” . Sejenak kuterdiam , fikiranku berbicara meyakinkan hati agar tak rapuh dan menguatkan jiwa agar tak tergoyahkan .
Dunia luar, entah mahasiswa ataupun masyarakat , itulah cerita dunia . Pahamilah . Aku mulai meyakini dengan usahaku dan do’a serta dzikirku , jalan kemudahan akan terbuka dengan mudah . Tak perlu takut dengan esok ataupun masa depan yang ghaib . Karena aku memiliki mereka, orang yang menyayangiku , dan tentu aku memiliki Gusti Pangeran Allahu Ta’ala yang akan menguatkan aku .
Maghribku yang indah, tak akan kuragu lagi keyakinanku kepada pemilikmu . Dan tak hanya lega dalam keluhku di ashar senja , namun di ujung pembukaan malam akupun tenang dan semakin yakin akan Gusti Allahku . Mensyukuri setiap nikmatNya memang begitu indah . Tangisku tertutup tenang .

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

My Clock

Popular Post

Pengunjung Blog

unique stats

- Copyright © Kaf -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -