Archive for Mei 2011
Bunga Sejuk Seorang Hamba
Bismillahirrahmanirrahiim ...
Gersang jiwa lenyap oleh kikisan dunia
Berdendang riang kawan para pendusta , syetan .
Menari riang menjadi saksiku yang menunduk
Merengkuh tangis di malam yang belum genap malam
Takutku memuncak setelah mereka merdeka memalukanku
Menjerumusku dalam bunga kelelapan yang masih singkat
Menghantuiku yang sedari awal berusaha tenang
Namun mereka semakin tertawa
Semakin bergembira
Tak ada ucapku , aku masih berat
Nafasku terseok di tenggorokan
Enggan keluar bersama kelegaan untuk beberapa saat saja
Nafasku masih sedia sesak
Hanya satu yang tersisa ...
Niatku adalah mengistirahatkan tubuh
Dari payahnya dunia yang mengoyakku sekejap
Meski di atas sajadah aku harus pejamkan
Dalam takut , dalam gelisah
Karena kuharap , lafadzNya yang sejuk istiqomah kuulang
Dan tameng kitab akhir zaman mampu mengaburkan perlahan
Menyejukkan pelan setiap ayat yang kubaca
Dan kudengar mereka mulai meringkik
Ada Yang Maha Segala memaksa mereka semakin kecil , hampir lenyap
Aku mulai menang karenaNya
Aku tenang , seakan udara kuhirup tanpa kemacetan panjang
Mereka hilang bersama datangnya tengah malam
...
...
Harapan seorang gelisah dalam pejam
Hanya Dia yang benar dan mampu terlintas pekat
Melindungi hambaNya dalam kedamaian
Hingga bunga pejam kini mengalun kesejukan
SYAIR ABU NAWAS ( Al-I'tiroof / Doa Taubat )
Sebuah syair yang sangat menyentuh dari seorang Pujangga bernama Al Hasan bin Hani al-Hakami, dan kita lebih mengenalnya sebagai Abu Nawas. Abu Nawas yang lebih dikenali dengan kecerdikan dan kepandaiannya adalah juga seorang yang alim dan wara' .
Al-I'tiroof
Ilaahi Lastu Lil Firdausi Ahlaa
Walaa Aqwaa `Alan Naaril Jahiimi
Fahablii Taubatan(u) Waghfir Dzunuubii
Fainnaka Ghoofirudz Dzambil `Adzhiimi
Dzunuubii Mitslu A`daadir Rimaali
Fahabli Taubatay Yaadzal Jalaali
Wa `Umrii Naaqishun Fii Kulli Yaumi
Wa Dzambii Zaidun Kaifak Timaali
Ilaahii `Abdukal `Aashii Ataaka
Muqirrom Bidz Dzunuubi Waqod Da`aaka
Wain Taghfir Fa-Anta Lidzaaka Ahlun
Fain Tathrud Faman Arju Siwaaka
" Ya Tuhanku, aku tak layak menjadi ahli syurga-Mu
Namun, aku tidak mampu menahan panasnya siksa api neraka
Terimalah taubatku dan ampunilah dosa-dosaku
Sesungguhnya hanya Engkau Maha Pengampun dosa-dosa besar
Dosa-dosaku seperti jumlah debu pasir dipantai
Maka terimalah taubatku Wahai Pemilik Keagungan
Dan sisa umurku berkurang setiap hari
Dan dosa-dosaku bertambah, bagaimana aku menanggungnya
Ya Tuhanku, hamba-Mu yang berdosa ini datang kepada-Mu
Mengakui dosa-dosaku dan telah memohon pada-Mu
Seandainya Engkau mengampuni
Memang Engkaulah Pemilik Ampunan
Dan seandainya Engkau menolak taubatku
Kepada siapa lagi aku memohon ampunan selain hanya kepada-Mu " .
Kepada siapa lagi aku memohon ampunan selain hanya kepada-Mu " .
Buku keren ! Motivator para tholabul ilmi ..
Seperti tersihir hebat oleh buku yang baru kubaca setelah berhasil kupinjam dari salah seorang sahabatku . Satu buku apik karya A. Fuadi , Negeri Lima Menara . Dari judul saja sudah membuatku berdecak kagum .
Saat itu , seingatku pertengahan semester pertama tahun ketiga di SMA ada yang menggelitikku untuk segera melahap buku setebal lima ratus halaman lebih ini setelah kupinjam nantinya . Ah, sialnya diriku saat itu . Karena antrean panjang peminjam , belum lagi jatah pinjaman yang terjadwal maka aku urungkan niatku merampungkan buku itu dalam tiga hari, kurasa aku belum sanggup menyelesaikannya jika diberi jangka waktu seperti itu . Sebenanya bisa , namun jika kulakukan akibatnya fatal . Tugas dan pe.er dari sekolah bakal terbengkalai dan pada akhirnya nanti buku itu akan sukses menertawaiku yang asyik menelengkup setiap makna dari ceritanya . Namun hal terakhir ini tak terjadi , karena aku lebih memilih menjadi antrean akhir , hingga buku itu tanpa peminjam lain kecuali aku semata . hehe
Dan parahnya , buku itu masih antri sampai akhir semester dua . Haha . Sampai – sampai aku lupa pernah menggebu - gebu ingin meminjamnya . Namun , beberapa hari yang lalu salah seorang sahabatku “memamerkan” diri telah lunas membacanya . Dan dari raut mukanya …. Oh tidak !!! Bersuka cita sekali , alias cerita yang dikulas membakar semangat tholabul ilmu ! What ??? Ini yang kucari . Dengan sigap aku langsung menyemprot si empunya buku untuk aku pinjam dan ikutmerasakan sensasi cerita novel anak Minang ini .
Berhasil !!!
Aku berhasil meminjamnya dan kurencanakan untuk merengkuh ceritanya di suasana anak kos yang baru saja hinggap pada diriku .
Selembar dua lembar mulai kuresapi setiap kata yang terangkai apik menjadi cerita yang khas . Khas pondok ( pesantren ) yang selama ini menjadi hal yang selalu menarik hatiku .
Ceritanya seimbang . Mulai dari pepatah arab yang melegenda dan terbukti ampuh . “ Man Jadda Wajada “ , lalu “ Man Zaro’a Hashoda “ , cerita lucu , cerita haru , perasaan iri , gokil , agamis , disiplin , hingga cerita yang membakar jiwa insane yang benar lemah motivasi . Sosok pengais ilmu yang mengagumkan dan para penyetrum ilmu yang memiliki ilmu ikhlasyang luar biasa berkeliaran hebat dalam novel ini .
Aku berkali – kali tak mampu menahan gelak tawaku di kursi depan yang kutata sebelumnya senyaman mungkin . Sampai – sampai , teman sekamar terheran – heran melihat tingkahku yang benar terbawa oleh alur cerita yang menakjubkan .
Hingga lembar terakhir kututup dengan senyum kepuasan . Ada yang membuat aku merasa terbius . Alur dan amanah novel tersebut . Dan kurasa buwanyaaaakkkk sekali , alias banyak pula perubahan yang sepatutnya kurubah untuh menjadi seorang pribadi yang bukan biasa – biasa saja , tapi luar biasa .
***
Hari ini , aku masih menanti salah seorang sahabatku ikhlas membeli novel lanjutan dari seri pertama karya A. Fuadi ini . Namun , jika memang uangku mencukupi maka akulah yang akan membelinya . Ranah Tiga Warna , A. Fuadi .
Haha … kini salah satu mottoku adalah dua pepatah super duper ampuh itu . :D
Ayo !! Man Jadda Wajada – siapa bersungguh – sungguh maka dapatlah ia –
Saat itu , seingatku pertengahan semester pertama tahun ketiga di SMA ada yang menggelitikku untuk segera melahap buku setebal lima ratus halaman lebih ini setelah kupinjam nantinya . Ah, sialnya diriku saat itu . Karena antrean panjang peminjam , belum lagi jatah pinjaman yang terjadwal maka aku urungkan niatku merampungkan buku itu dalam tiga hari, kurasa aku belum sanggup menyelesaikannya jika diberi jangka waktu seperti itu . Sebenanya bisa , namun jika kulakukan akibatnya fatal . Tugas dan pe.er dari sekolah bakal terbengkalai dan pada akhirnya nanti buku itu akan sukses menertawaiku yang asyik menelengkup setiap makna dari ceritanya . Namun hal terakhir ini tak terjadi , karena aku lebih memilih menjadi antrean akhir , hingga buku itu tanpa peminjam lain kecuali aku semata . hehe
Dan parahnya , buku itu masih antri sampai akhir semester dua . Haha . Sampai – sampai aku lupa pernah menggebu - gebu ingin meminjamnya . Namun , beberapa hari yang lalu salah seorang sahabatku “memamerkan” diri telah lunas membacanya . Dan dari raut mukanya …. Oh tidak !!! Bersuka cita sekali , alias cerita yang dikulas membakar semangat tholabul ilmu ! What ??? Ini yang kucari . Dengan sigap aku langsung menyemprot si empunya buku untuk aku pinjam dan ikutmerasakan sensasi cerita novel anak Minang ini .
Berhasil !!!
Aku berhasil meminjamnya dan kurencanakan untuk merengkuh ceritanya di suasana anak kos yang baru saja hinggap pada diriku .
Selembar dua lembar mulai kuresapi setiap kata yang terangkai apik menjadi cerita yang khas . Khas pondok ( pesantren ) yang selama ini menjadi hal yang selalu menarik hatiku .
Ceritanya seimbang . Mulai dari pepatah arab yang melegenda dan terbukti ampuh . “ Man Jadda Wajada “ , lalu “ Man Zaro’a Hashoda “ , cerita lucu , cerita haru , perasaan iri , gokil , agamis , disiplin , hingga cerita yang membakar jiwa insane yang benar lemah motivasi . Sosok pengais ilmu yang mengagumkan dan para penyetrum ilmu yang memiliki ilmu ikhlasyang luar biasa berkeliaran hebat dalam novel ini .
Aku berkali – kali tak mampu menahan gelak tawaku di kursi depan yang kutata sebelumnya senyaman mungkin . Sampai – sampai , teman sekamar terheran – heran melihat tingkahku yang benar terbawa oleh alur cerita yang menakjubkan .
Hingga lembar terakhir kututup dengan senyum kepuasan . Ada yang membuat aku merasa terbius . Alur dan amanah novel tersebut . Dan kurasa buwanyaaaakkkk sekali , alias banyak pula perubahan yang sepatutnya kurubah untuh menjadi seorang pribadi yang bukan biasa – biasa saja , tapi luar biasa .
***
Hari ini , aku masih menanti salah seorang sahabatku ikhlas membeli novel lanjutan dari seri pertama karya A. Fuadi ini . Namun , jika memang uangku mencukupi maka akulah yang akan membelinya . Ranah Tiga Warna , A. Fuadi .
Haha … kini salah satu mottoku adalah dua pepatah super duper ampuh itu . :D
Ayo !! Man Jadda Wajada – siapa bersungguh – sungguh maka dapatlah ia –