Archive for April 2011

Islam Pop Eropa: Muda, Trendi, dan Sangat Religius

          Islam Pop. Begitulah istilah yang dipakai untuk merepresentasikan Islam di Eropa. Terutama generasi mudanya. Gambaran mereka berbeda jauh dengan imej para imigran. Muslim-Muslim muda sukses, teritengrasi, dan sangat relijius—santun dan bersih.
Mereka berbicara bahasa dimana mereka tinggal lebih baik daripada orang tuanya. Mereka disebut-sebut sebagai simbiosis dari Islam dan modernitas masa kini yang dilihat jelas dari gaya hidup mereka.
Peran Amr Khaled
Islam Pop sendiri ditujukan sebagai gaya hidup anak-anak muda Muslim Eropa tersebut. Akar gerakan ini berasal dari dunia arab. Mereka merupakan implementasi gaya hidup kaum Salafi yang disesuaikan dengan kekinian zaman. Mereka mengenal Amr Khaled, seorang artis asal Mesir, namun mereka tidak mengaguminya secara berlebihan.
Amr Khaled sendiri bisa dikatakan sebagai model teladan anak muda Muslim Eropa. Ia mengatakan bahwa anak-anak muda Muslim Eropa harus berbaur dengan lingkungan sosialnya, namun jangan sekalipun meninggalkan ajaran Islam. “Inilah jihad sipil kita.” Ujarnya gagah. “Tujuan kita adalah merepresentasikan imej Islam di Eropa.”

Moderat oleh standar Muslim, tegas karena standar Barat
           Gaya hidup Islami yang dijalankan oleh generasi Pop Islam Eropa ini sangat jelas terlihat modern, namun mereka sama sekali tidak liberal. Sebaliknya, mereka sangat konservatif, dan memegang nilai-nilai Islam yang luhur: mereka tidak menghadiri konser-konser band metal atau hip-hop, tidak berpacaran, menjauhi ikhtilat (campur baur dengan lawan jenis), tidak pergi ke prom-nite, dan yang perempuannya mengenakan jilbab.
Walaupun berakar dari gerakan Salafi, namun generasi Muslim Pop sendiri berusaha untuk tidak menerapkan beberapa aturan dan ketentuan Salafi yang kaku. Namun mereka masih sangat sedikit, dan mereka disebut sebagai “Muslim avant-garde” atau “Muslim garda depan.”

Perwakilan Dunia Islam Eropa Baru
          Jika saja bukan karena perilaku santun dan ibadah mereka, sangat sulit membedakan mereka dengan remaja Eropa lainnya yang mayoritas Kristen dan remaja Yahudi.
Jika mereka muncul di televisi, koran, majalah, atau media-media lainnya, mereka selalu dengan tegas mengatakan dengan tersenyum, “Saya seorang Muslim dan trendi.” Remaja Muslim ini jelas ingin mengenyahkan tudingan teroris yang diidentikan dengan Islam selama ini.
Mereka sangat aktif secara sosial. Mereka terlibat dengan remaja lainnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah, dan kerap membantu orang yang kecanduan narkoba dan juga mempunyai agenda khusus dalam membantu mereka yang tak punya rumah.

Minim Kritik
          Penampilan mereka sangat keren, untuk ukuran remaja, tapi mereka tidak terlihat hedonis ataupun liberal. Mereka tidak ikut dalam kursus renang di tempat umum, dan mereka jarang sekali ikut dalam tur sekolah yang hanya hanya hura-hura saja sifatnya.
Tampak jelas sebuah generasi budaya yang muda sedang tumbuh di Eropa, dan tak ada kontradiksi antara menjadi anak muda yang taat pada agamanya dengan menjadi seorang warga negara yang baik.
Anak-anak muda ini jelas telah membuat lingkungan Barat mereka jatuh hati. Bagaimana tidak, sementara anak-anak mereka melakukan seks bebas, mengonsumsi narkoba, tersendat dalam prestasi akademik, anak-anak muda Muslim ini timbul ke permukaan. Tidak heran jika banyak pengamat Barat mengatakan bahwa 40 tahun ke depan, Eropa akan menjadi benua Muslim terbesar di dunia. Duta besarnya sekarang adalah mereka generasi Pop Islam.

From : http://www.eramuslim.com/berita/gerakan-dakwah/islam-pop-eropa-muda-trendi-dan-sangat-religius.htm
Jumat, 22 April 2011
Posted by Etika Indra Khusna

Terimakasih untuk Annisa ...

            Masih terlihat sembab matanya, tangisannya pun masih sedikit sesenggukan . Nisa begitu kecewa . Terlihat ia beberapa kali mengambil kerikil kecil dan melemparkannya ke arah rel kereta yang diam dalam kakunya . Atau  sekedar berbicara meluapkan kekecewaannya dengan sesekali mengumpat . Hingga berulang kali harus mengusap air matanya dengan dasi abu-abunya. Siang itu begitu terik , seakan mengikuti alur hatinya yang penuh dengan amarah .
Suatu ketidakadilan , jika ia harus bersabar berminggu-minggu demi mendapat pelukan rindu ayahnya . Berkali – kali jawaban dari kontak pertama dalam ponselnya “ Sabar ya Nis , ayah masih sibuk .  Besok lusa ayah usahakan untuk pulang ke rumah . Kerjaan di Surabaya masih banyak “ . Dan saat itu pula Nisa hanya mampu  menangis . Bukan jawaban ponsel untuk bersabar yang ia inginkan saat ini , namun ia benar – benar hanya menginginkan ayahnya pulang beberapa hari saja, meletakkan tumpukan kerjaannya untuk satu atau dua hari saja menemani Nisa , memeluknya, mendengar peluhnya tentang berbagai pelajaran yang ia rasa sulit memahami atau sekedar mengusap kepalanya. Ia rindu ayahnya yang peduli dan selalu ada waktu untuknya sebelum kakak dan ibu meninggalkan dunia ini seutuhnya. Kini, Nisa pun semakin berubah . Kebimbangan yang ia rasa .
Dari kejauhan , pemandangan dua anak kecil berlarian mengalihkan kesibukannya melempar kerikil kecil ke arah rel kereta api yang tepat berada di depannya. “ Ayo, mbak cepat larinya ! Siapa sampai di sekolah duluan , nanti harus membelikan gorengan di Mak Sam ! Hahaha “ suara anak laki-laki itu membuat mata Nisa mengikuti gerak langkah larinya . Anak laki-laki itu terus berlari hingga terpaut jarak cukup jauh dari seorang gadis kecil yang semakin tertinggal di belakangnya . “ Dek, tungguin mbak ! Mbak nyerah !” teriak gadis kecil berkerudung merah jambu . Nisa hanya memerhatikan mereka dari seberang rel kereta . Terlihat jelas oleh Nisa , anak laki-laki itu sudah terlampau jauh di ujung jalan, hingga sepertinya tak mendengar teriakan tanda menyerah dari gadis itu . Tiba-tiba , bruk ! Gadis itu jatuh tersungkur ke tanah. “Ya ampun !” seketika membuat Nisa terkejut melihatnya . Segera saja ia berlari melewati perlintasan kereta api dan menghampiri gadis kecil yang terlihat meringkih kesakitan .
“ Aduh bismillah... fuh..fuh...fuh ! “ bisik gadis itu pada lututnya yang terlihat sedikit berdarah .
“ Ya ampun adek, kok bisa jatuh ini gimana ? Haduh ... lutut kamu dek ! “ seru Nisa sambil terlihat panik mengetahui luka gadis itu .
“ Wah ndak apa-apa kok Kak ! Cuma lecet sedikit, udah tak kasih bismillah kok . Pasti cepet sembuh, hehe “ .
“ Apa ? Bismillah ? Haduh ... kamu ini gimana sih ? Kaki luka kayak gitu malah cuma dikasih bismillah, mana sembuh ? Sini tak kasih obat luka , kakak punya di tas !” ujar Nisa yang begitu panik hingga tak memberi kesempatan untuk gadis itu menyela ucapannya . Nisa pun mengambil tempat di bangku yang hanya berjarak satu meter dari tempat terjatuhnya gadis itu . Secepat mungkin ia menggeledah tas ranselnya untuk mendapatkan obat luka yang memang sering ia bawa ke sekolah . Tak perlu waktu yang lama Nisa pun mendapatkannya .
“ Sini, Dek ! Dikasih obat dulu lutut kamu ,” pinta Nisa sembari membuka tutup obatnya . Gadis itu hanya terlihat menurut saja . Ia tak ingin mengecewakan kebaikan Nisa , seorang gadis SMA yang belum ia kenal sama sekali .
“ Makasih ya Kak !” celetuk gadis kecil itu . Tak lupa mengumbar senyum manisnya kepada Nisa yang terlihat masih mengusapkan cairan obat luka di lutut gadis kecil itu .
“ Iya, sama-sama ! Nama kamu siapa dek ? “ tanya Nisa mengawali perkenalan mereka .
“ Anis . Annisa Ainur Farida . Kakak sendiri ? “
“ Loh , Annisa ya ? Wah kita punya nama yang sama dek . Aku juga Annisa . Annisa Fian Ramadhani . Tapi panggil aja Kak Nisa .”
Mereka saling tersenyum mendengar nama masing-masing . Nama mengagumkan untuk mereka . Annisa dalam bahasa Arab bermakna seorang gadis . Gadis yang bercahaya untuk sosok mungil Annisa Ainur Farida dan gadis yang terlahir di bulan yang mulia untuk Annisa Fian Ramadhani . Hingga mereka terus berbicang dan bercerita . Tentang keluarga dan cerita-cerita perkenalan awal .
“ Kak Nisa, sekarang jam berapa ? “ tanya Anis pada Nisa.
“ Baru juga jam 2 kurang sepuluh menit. Ada apa emangnya ? “ tanya Nisa balik .
“ Waduh, bisa telat nanti ngajiku . Soalnya masuknya jam dua siang !” keluhnya sambil bersiap pamit kepada Nisa .
“ Kak , aku mau pamit dulu ya ! Makasih banget buat kebaikan kakak . Besok mungkin bisa ketemu lagi disini, Kak ! Dah ! Assalamu’alaikum ! “ salam mungilnya terucap sembari melambaikan tangan . Ia berlari kecil dan menghilang secepat mungkin.
“ Hah , oke hati-hati di jalan ! Wa .... Wa’alaikumsalam ,” suaranya tergagap menjawab salam . Ia terdiam . Tanpa ada sepatah kata lagi terucap . Ia seperti tersadar dari semua sandiwara kekeruhan hatinya . Seperti ada sesuatu yang telah lama ia asingkan selama ini .
Dulu, tak jauh berbeda Nisa kecil dengan Anis . Berbusana muslim, manis, penuh keceriaan ketika berangkat mengaji . Semangat agamisnya pun dulu sangat tinggi . Tebar salam ke semua tetangga . Atau sekedar menghabiskan waktu berlarian dengan kakaknya, Fian . Mengejar layang-layang yang terlepas sambil melantunkan sholawat ataupun hapalan Asmaul Husna . Atau sekedar memuji kecantikan ibunya ketika beliau berbalut kerudung merah jambu sedang memasak di dapur rumah . Tiba-tiba ia merindukan masa kecilnya . Sepertinya sudah lama ia teguh dengan rasa angkuhnya setahun ini untuk tidak merindukan mereka, kakak dan ibunya . Kali ini ia tak mampu membendung air matanya yang seketika membanjir . Ia lelah menjauhi orang tercintanya dan tentu telah lelah memarahi dan menjauhi Tuhan dengan sikapnya yang tak acuh kepadaNya . Siang itu , ia merasa benar-benar lelah . Tangisannya kembali menemaninya , sesekali harus sesenggukan .

***
“ Kakak seharusnya bersyukur, masih ada ayah yang walaupun dari jauh tetap memberi kabar lewat ponsel . Banyak orang lain yang jauh lebih merana dibandingkan kakak . Tanpa orang tua, tanpa kabar dari ponsel, hanya merasa rindu yang tak memiliki obat penawar !” ujarnya panjang lebar . Nisa masih terdiam . Ia seperti benar-benar tersadar , terpukau dengan nasihat dari Anis yang notabene baru menginjak kelas enam SD.
“ Jadi selama ini kakak salah, jika meratapi kepergian orang-orang yang kakak sayang dengan menyiakan waktu percuma memarahi Tuhan , tak acuh dengan kenangan bersama mereka dulu , dan merasa ayah kakak adalah orang yang tak lagi menyayangi kakak ? Seperti tak ada lagi orang yang mampu menjadi pelindung bagi kakak , Dek ... ” keluh Nisa dengan suara yang semakin berat .
“ Hmm... Sabar Kak Nisa . Bukan seharusnya setahun ini kakak melewatinya dengan kesedihan. Karena mereka, orang yang kakak sayang akan bersedih melihat kakak yang bersedih dan menangis seperti ini , diikhlaskan Kak !” Anis menenangkan . Selembar kain cantik ia berikan untuk Nisa . Kain untuk mengusap air mata yang terlanjur keluar sebelumnya telah terlihat sembab.
Hari itu, pertemuan kedua bagi Anis dan Nisa . Seperti hari sebelumnya , mereka bertemu di bangku dekat perlintasan kereta api . Bercerita , mengembalikan senyuman yang sempat hilang dari wajah Nisa karena kepedihan musibah yang merenggut nyawa kakak dan ibunya setahun lalu . Di pertigaan ujung jalan besar setahun yang lalu .
Berat sepertinya beban yang harus Nisa rasakan kala itu , ketika ia baru saja merasakan kebahagiaan karena telah menjadi siswa SMA . Ibunya, sosok yang begitu menyenangkan, tempat berjuta ceritanya sepulang sekolah harus mendahuluinya secepat itu . Tak hanya ibunya, kakaknya , Ahmad Fian Ramadhan juga harus ikut menyusul ke sisiNya .
Ayahnya benar-benar terpukul . Hingga selama satu minggu sepeninggal mereka, beliau tak bekerja . Mungkin, dengan bekerja sesibuk minggu-minggu ini adalah rencana beliau mengalihkan kesedihan setahun yang lalu . Karena dua hari lagi merupakan hari kematian putra dan istri tercintanya .
Begitu juga dengan Nisa, sudah lebih dari sebulan ini , ia memarahi Tuhan , menjauhiNya , melupakan kenangan bersama kakak dan ibunya , tak mengacuhkan Tuhan walaupun hanya untuk mengerjakan lima waktunya . Ia merindukan mereka yang meninggalkannya . Ia lelah , karena di setiap do’anya pada Tuhan, ia merasa tak ada kedamaian maupun obat penawar kerinduan akan ibu dan kakaknya. Ditambah lagi kesibukan yang ia sangkakan kepada ayahnya hanya kebohongan semata . Karena menurutnya , ayahnya tak lagi menyayanginya .
“ Kak Nisa tahu ? Aku punya sebuah ayat Allah dari Al-Qur’an yang kutulis tebal di sampul bukuku “ ujar Anis menenangkan . Kemudian ia ambil sebuah buku yang bersampul rapi . Bukan sampul yang mahal kelihatannya , hanya sampul kertas berwarna coklat . Ia tunjukkan tulisan di balik sampul bukunya .
“Hasbunallahu wa ni’mal wakiil .... Cukuplah Allah ( menjadi penolong ) bagi kami dan Dia sebaik – baik pelindung .... “ terdengar lirih suara Nisa membacanya . Seperti ada yang mencair di hati Nisa . Sebuah keangkuhan berkata hanya dia yang mampu melindunginya sendiri , seakan runtuh dengan ayat Illahi yang mendinginkan hati . Nisa terlihat menitikkan air matanya lagi . Anis melanjutkan nasihatnya . “ Aku suka ayat ini, Kak . Karena ayat ini mampu menguatkanku dan tentu menguatkan kami .  Kakak harus mengikhlaskan mereka , dan harus tetap menyayangi ayah kakak . Ikhlas itu memang sedikit agak susah . Tapi, Kak Nisa tau ? Tuhan itu benar-benar Maha Penolong . Jangan menjauhiNya, karena kakak tak akan merasa kedamaian menghampiri kakak . Maaf, Kak ! Bukan maksud Anis menggurui kakak . Tapi percayalah Kak , Allah akan bersama orang-orang yang mau mendekatiNya dengan sabar dan ikhlas “. Nisa mendengarnya , dan tersenyum .
Anis, seperti bidadari yang tiba-tiba menarik hati Nisa . Menggemaskan jika sekecil dia sudah pandai menasihati seorang yang jauh lebih tua darinya . Sesekali, Anis mencoba menghibur Nisa dengan tersenyum dan bercerita lucu layaknya anak SD . Nisa merasa nyaman menjadi seorang yang mengenal Anis sedekat ini . Hanya dua kali pertemuan, si kecil yang bangga memakai kerudung merah jambu itu mampu menyadarkannya agar berlaku ikhlas menerima setiap kehendak Illah .
“  Makasih Dek . Kakak mengerti . Hmm... Dek ? Besok itu merupakan hari kematian ibu dan kakakku, gimana kalo sepulang sekolah, kamu aku jemput buat aku ajak ke makam mereka ? “ tanya Nisa menawarkan pada Anis .
“ Sama ayahnya kakak juga kan ?” Anis kembali bertanya.
Nisa terdiam . Ia kembali mengingat jawaban dari ayahnya kemarin siang . Sepertinya ayahnya terlalu sibuk dengan pekerjaan yang menumpuk di Surabaya .
“ Entahlah . Sepertinya besok aku akan menjemputmu sendirian ,” jawabnya lirih .
“ Hmm... baiklah . Terserah kakak . Oh ya , aku boleh mengajak Fadli kan ?”
“ Fadli ? Siapa dia ?”
“ Adik laki-lakiku Kak. Yang kemarin sempat berlarian bersamaku .” jawab Anis.
“ Bolehlah , ajak ayah ibumu juga boleh , hehe “ celetuk Nisa polos . Anis hanya meringis riang .
            Terdengar dari kejauhan suara muadzin mengumandangkan adzan . Tanda ashar telah tiba . Jum’at yang indah bagi Nisa mampu mengenal Anis di tepi rel kereta api itu. Anis terlihat ingin pamit . Ia ingin segera pulang, menunaikan empat rakaat di waktu senja katanya . Ia tersenyum dan melambaikan tangan . Salam pun tak lupa ia ucapkan dan Nisa menjawabnya tanpa tergagap seperti kemarin. Nisa berjalan menuju masjid , jauh lebih tenang hatinya bercerita pada gadis mungil semacam Anis . Lucu dan jauh lebih dewasa pemikirannya . Kini Nisa kembali mendekati Allah , dengan menunaikan ashar bersama linangan air mata kebahagiaan . Terisak ia di dalam masjid .
***
            Esok hari, sepulang sekolah, Nisa segera menuju alamat yang diberikan Anis dua hari yang lalu . Kali ini , ia terlihat sangat bahagia karena di sampingnya telah ada ayahnya yang menemani . Entah angin kebaikan darimana, hingga tiba-tiba kebahagiaan demi kebahagiaan hadir kembali . Tak beberapa lama berjalan , terlihat dari dekat , rumah bercat biru tua . Tampak di depan sedang duduk berdua , laki-laki dan perempuan yang Nisa rasa ayah dan ibu Anis , mungkin . Segera saja ia hampiri mereka . Saling mengumbar sapaan hangat, perkenalan yang hangat , dan sebuah cerita tak disangka darimulut mereka keluar . Ini cerita tentang Anis, gadis yang Nisa kenal dua hari yang lalu .
“Astaghfirullah , Dek Anis !” seru Nisa gemetar . Ia tak kuasa menopang tubuhnya . Ia terjatuh lemas dan menangis . Ayahnya membantunya duduk setegak mungkin , dan menenangkannya . Siang itu , bagai petir menyambar Nisa dengan sebuah cerita yang ia rasa hal itu merupakan sebuah kemustahilan  .
            Rumah ini begitu nyaman, tenang, dan teduh . Ya , inilah rumah Anis, gadis kecil yang ia kenal selama dua hari ini. Anak laki-laki yang Nisa lihat sedang duduk diam di atas sofa adalah Fadli . Ia begitu pendiam, tak ada senyum keramahan padanya . Tak seperti Anis, kakaknya, yang senantiasa menghibur Nisa selama dua hari lalu dengan senyum yang mengagumkan . Nisa masih tak percaya mendengar cerita tentang Anis dari mulut mereka , paman dan bibinya.
            “ Maafkan kami Nak! Bukan maksud kami mau menakut-nakuti kamu, namun memang sudah setahun yang lalu Anis meninggalkan kami berdua dan adiknya Fadli . Itu dia anaknya !” ujar paman meyakinkan sambil menunjuk Fadli yang duduk dan sedang memeluk sebuah foto. Nisa mengusap air matanya, ia terlihat bangkit dari tempat duduknya di dekat pintu . Kemudian ia menghampiri Fadli, mengusap kepalanya lembut.
            “ Adek Fadli, bisa kakak minta liat fotonya ?” pinta Nisa pelan dengan suara sedikit terisak . Tanpa senyuman , Fadli membuka foto yang berada di pelukannya . Sebuah keluarga yang indah, seorang ayah, ibu, Fadli dan seorang gadis mungil yang berkerudung merah jambu tersenyum riang, Anis . Berat rasanya nafas Nisa melihat foto tersebut . Suatu kenyataan yang tidak masuk akal . Gadis yang bernama Anis itu telah meninggal setahun yang lalu . Kecelakaan tragis, di ujung pertigaan jalan besar itu.
            “ Istri dan putra saya juga meninggal setahun yang lalu . Maafkan saya dan putri saya , kami tidak tau bahwa seorang gadis yang tertabrak putra saya itu keponakan bapak .” ujar ayah Nisa yang sempat keget mendengar cerita dari Pak Asmir, paman dari Fadli sekaligus Anis. Memori lama itu terkuak . Sejenak paman dan bibi Amri terdiam, menunduk . Namun tak lama bibi Amri mengangkat suaranya .
            “ Ndak apa-apa kok Pak, ini juga sudah taqdir, mereka yang kita sayang harus secepat ini meninggalkan kita “ jawaban Bu Amri sekenanya dengan suara yang semakin berat . Mengingat hari ini juga merupakan hari kematian Anis, bidadari terindah bagi seluruh keluarganya . Nisa masih terdiam, bulir air sebesar jagung telah terjatuh berkali-kali . Ia merasa kebahagiaan yang baru ia rasa , seharusnya Anis pun mampu menyicipinya . Fadli masih duduk terdiam
***
Senja itu, langit penuh dengan hamburan yang terang, tanpa mendung seperti setahun lalu .  Nisa benar-benar mendapat pelukan hangat ayahnya di dekat makam ibu dan kakaknya kemarin . Tak kuasa menahan derai air mata keikhlasan menerima kenyataan bahwa mungkin ibu dan kakaknya akan melihat pelukan hangat itu dari surga dengan senyuman mereka . Tentu Dek Anis, bayangan yang datang menyadarkan Nisa tentang keikhlasan juga akan tersenyum melihat kebahagiaan Nisa dan ayahnya kini .
Seperti telah lega jiwa Nisa menerima semuanya . Kini tugasnya hanya satu, menyampaikan pesan keikhlasan yang ia dapat dari bayangan Anis selama dua hari yang lalu kepada Fadli , adik Anis yang masih memegang erat foto terakhir keluarga kecilnya yang telah pergi . “Tenanglah kalian ibu dan Kak Fian, kami telah ikhlas disini . Senja yang menenangkan untuk Annisa Ainur Farida, datangkan bayangmu menyapaku dan Fadli, adikmu “ tulis Nisa pada secarik kertas . Ia lipat kertas itu serupa pesawat kecil dan menerbangkannya seperti benar-benar akan menuju surga . Ia masih duduk di bangku dekat perlintasan kereta api dan kali ini bersama Fadli yang mulai bisa tersenyum karena luluh dengan keramahan Nisa . Sebuah lokomotif ekonomi melintas , tak begitu cepat lajunya . Terlihat Anis melambaikan tangan mungilnya kepada Fadli dan Nisa . Fadli begitu riang membalasnya . Setenang hati Nisa akan balasan surat Anis dari surga .


Posted by Etika Indra Khusna

Bimbangkah ?

Ashar , kuiringi dengan dzikir yang tertetesi tangisanku , Tangisan yang tiba-tiba saja jatuh mengalir dan tak takut kuusap . Dzikirku masih terus terucap sembari tangan ini menandai hitungan agar terkumpul sebanyak tiga puluh tiga kali . Bukan batasan sebenarnya angka tiga puluh tiga itu , namun seperti sudah terbiasa seperti itu . Lebih tepatnya kulihat dari buku Fasholatan dan pengetahuan dari guru agamaku . Ayahku juga pernah memberitahuku tentang angka dzikir itu . Namun jika senggang maupun dalam keadaan sibuk , ketika hatiku ingat setiap lafadz Agung Illahi , sesegera mungkin kuucap semampuku agar aku tenang .
Senja bulan lalu begitu angkuh kutetapkan . Dan begitu percaya kusematkan . Impianku jangka dekat ini , untuk kuraih Ujian Nasional dengan kesuksesan , dan kudapatkan Tanda Mahasiswa di Universitas idamanku. Angan-anganku berjalan hampir satu bulan , karena memang aku berfikir aku bisa dan mampu meraihnya . Aku sombong saat itu .
Hingga ashar tadi kuberbicara pada hati bahwa beginilah derup semangat ketika berada di ujung masa konstan . Karena beberapa bulan lagi aku akan keluar dari masa tetap dan penuh aturan selama 12 tahun ini . Namun ada sedikit ketakutan , aku merasa takut akan dunia mahasiswa dan masyarakat nantinya . Apalagi masa depanku yang ghaib . Sepertinya akan panjang dan susah perjalanan hidupku nanti . Begitu hipotesa bodohku. Serentak fikiran itu melambung memenuhi otak . Menakuti hati ini yang semakin ciut dan pengecut . Dan tak kuasa ku manangis berlindung dan meraih ashar dan dzikirku . Aku menangis sejadinya di hadapan Sang Khalik yang kupercaya sedang melihatku dan benar-benar merengkuh jiwaku . Tak ada kata yang masih terpendam , karena semua tertuang dalam bisikku denganNya . Dari takbiratul ikhram , rakaat-rakaat , dan sujud serta salam akhir kuungkapkan ketakutanku itu . Aku benar-benar jatuh dan menangis .
Selama ini, aku merasa kuat , aku dekat dan menjadi rindu setiap kutak menjalankan lima waktuku . Menangis sejadinya ketika aku lalai beberapa rakaat karena terbuai dalam hasutan setan dan kebodohanku . Dan aku selalu yakin bahwa Gusti Allah akan selalu melindungiku apapun yang terjadi . Semua hal kuminta kepadaNya . Sekali lagi , semua itu kuminta kepadaNya . Tanpa usaha berarti dan seperti kesiaan semata .
Namun ketika tangisan ashar itu bermakna lain, aku tiba-tiba berfikir . Aku terlalu angkuh menyatakan bahwa aku ini dekat denganNya , bahwa aku mampu menggapai semua impianku karena aku hambaNya . Ah. Terlalu sombong fikirku kala itu . Kenapa aku tak mampu merendah dihadapanNya ? Untuk bersyukur dalam sungkur sujudku setiap lima waktu , untuk baerterimakasih akan jalan hidupuku selama 17 tahun ini . Dan akhirnya hanya ketakutan yang tak perlu ada, kemudian merasuk menggerogoti keangkuhan fikiran . Kumenunduk dalam dzikir .
Kuusap lagi tetesan air mataku , kutengadahkan tangan , kuberdo’a semampuku . Kuakhiri senja penuh mega kecantikan langit itu dengan usapan terakhir tepat sebelum keluar dari mata . Belum tenang kudapatkan , hanya keluhan yang lega kubisikkan kepadaNya . Aku beranjak dari sajadahku, kulipat rapi mukenaku, kukenakan jilbab dan kuraih mushaf Al-Qur’an dari deretan kitab dan bukuku . Kudekap erat dan berusaha tak menangis lagi .
” Nduk , wis sholat to ?” suara ibukku mengingatkan dari luar pintu kamar . ” Sampun, Buk ! ” jawabku sekenanya dengan suara sedikit berat . Aku ingin bercerita sebenarnya kepada ibuk, namun sepertinya bukan saat ini . Aku belum mampu menenangkan hati, fikiran, dan jiwaku .Aku masih mendekap erat mushafku . Dan kulihat sejenak jam weker di meja atas . Pukul 05.10 . Aku masih punya waktu sekitar satu jam . Dan masih banyak waktu menata jiwaku yang rapuh .
Kubuka lembar demi lembar , mencari tanda batas ketika terakhir kubaca Al-Qur’an ini . Mulai kulafadzkan ayat pembukaan . Basmalah . Kubaca dengan tenang . Di dalam mushafku menunjukkan lembar ke 525 , Jus ke dua puluh tujuh . Surah ke lima puluh tiga , firman yang diturunkan Gusti Allah di Mekah sebanyak 62 ayat . Surat An – Najm , Surat Bintang .
Kulanjut dengan membuka lembar demi lembar berikutnya . Surat Illah, Al – Qamar , Surat Bulan maknanya . Masih penuh tenang, dan tetap mencoba memahami keindahan makna firmanNya . Sedikit demi sedikit ada embun kesejukkan akan CintaNya . Cinta Sang Khalik yang merasuk dalam menuju relung kerapuhanku .
Ketika kumengakhiri ayat terakhir Surat Al – Qamar , ayat ke lima puluh lima , ponselku bersuara . Nada pesan salam dari Upin Ipin . Hatiku tergerak untuk mengambil, dan membacanya sejenak . Subhanallah, pesan dari adik kelasku, mengingatkan dengan kata-kata mutiara dari Majlis Ta’limku . Aku tersenyum membacanya . Ada kedamaian yang marayap santun, menutup celah kesendirian . Ada orang – orang yang menyayangiku . Fikiranku melambung sejenak, bersyukur dapat mengenal mereka .
Aku kembali memencet tombol kembali ke layar awal . Aku meletakkannya di atas meja atas . Dan kuhadapkan lagi tubuh ini di depan mushaf Illahi Rabbi . Terbaca di depanku . Ar – Rahman , Yang Maha Pengasih . Madaniyyah . Surat ke lima puluh lima : 78 ayat . Bergetar hati ini membaca awal ayat , karena aku membaca firman asmaNya dalam cinta . Dan, aku tak mampu menahan tangis ini untuk terdiam dan tak keluar . Ayat – ayat indah terulang beberapa kali . Fabiayyi aalaaairabbikuma tukadzibaan . Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ? . Marasuk cepat menuju qolbu . Menyebarkan sinyal kasihNya yang indah . Tetesan airmataku tak ingin berhenti . Dan cepatku lantunkan lafadz hamdalah di akhir ayat . Dan aku menangis dengan ketenangan lebih . Mengusap air mataku semampuku , menutup mushafku , dan kucium lembut dalam dekapku . Aku mencintaiMu .
            Allahuakbar ... Allahuakbar . Suara muadzin melengkapi kebahagiaanku senja itu . PanggilanNya begitu tenang dan melantun indah dalam telingaku dan hamba-hambaNya yang lain hingga hati ini begitu cinta dan rindu kepadaNya . Tanda Maghrib bergema memanggilku dan seluruh hambaNya untuk mengucap syukur, memenuhi kebutuhan jiwaku.

***
Tiba-tiba, ada suara hati lain yang berucap agar aku berhenti merengek dan menangis . Dia seperti berkata , ” Kau pun patut bermimipi, karena itu do’amu dan irja’mu . Kau patut merasa dekat dengan Illahmu, karena kau memang harus mendekatiNya . Kau patut terus berdo’a dan mencintai Tuhanmu, namun ingat untuk selalu memantaskan dirimu di hadapanNya . Gusti Allahmu itu begitu Agung dan Maha Segalanya , karena Dia Pemilikmu ... Tetap cintai dan rindui Dia, tetap harapkan dan panutkan semua mimpimu kepadaNya karena Allah menyukai hambaNya yang mendekatiNya ” . Sejenak kuterdiam , fikiranku berbicara meyakinkan hati agar tak rapuh dan menguatkan jiwa agar tak tergoyahkan .
Dunia luar, entah mahasiswa ataupun masyarakat , itulah cerita dunia . Pahamilah . Aku mulai meyakini dengan usahaku dan do’a serta dzikirku , jalan kemudahan akan terbuka dengan mudah . Tak perlu takut dengan esok ataupun masa depan yang ghaib . Karena aku memiliki mereka, orang yang menyayangiku , dan tentu aku memiliki Gusti Pangeran Allahu Ta’ala yang akan menguatkan aku .
Maghribku yang indah, tak akan kuragu lagi keyakinanku kepada pemilikmu . Dan tak hanya lega dalam keluhku di ashar senja , namun di ujung pembukaan malam akupun tenang dan semakin yakin akan Gusti Allahku . Mensyukuri setiap nikmatNya memang begitu indah . Tangisku tertutup tenang .

Posted by Etika Indra Khusna

Maafkan aku , Buk

Masih terasa begitu sakit tamparan beliau . Dan kali ini aku tak mampu lagi menahannya tanpa titik - titik air mata yang selama ini kusimpan agar tak menjadikan diriku lemah . Kutahu selama ini , kupaham . Beliau memang sering marah , namun tak pernah ada tamparan pada akhirnya . Kurasa beliau benar - benar marah dan sangat marah . Di dekat jendela aku masih mengusap airmataku , mencoba menenangkan diri . Sedikit demi sedikit memahami akan kesalahanku yang beliau rasa sangat keterlaluan .

***
Siang itu , ketua majlisku mengirim pesan singkat ke ponselku . " Ukhti , nanti sepulang sekolah syuro' agenda besar kita . Kali ini syuro inti , jadi mungkin bisa memakan waktu yang cukup lama . Syukron ( foward ke akhwat ) " . Aku menghela nafas panjang . Syuro lagi ya ? Ah , padahal hari ini aku ingin cepat pulang . Ingin memasak sayur bayam untuk ibuk . Ya , sayur kesukaan beliau . Tapi sepertinya harus kuurungkan .

Aku masih memegang ponsel jadulku , dan memencet tombol balas , lalu mengetikkan kalimat kesanggupan untuk hadir dalam syuro inti sepulang sekolah nanti kepada ketua majlisku. tak lupa mengirim ulang pesan dari ketua majlisku kepada teman - teman akhwat angkatanku . Dan kembali menaruhnya di saku rok panjangku . Akan kuambil lagi , nanti , sebelum syuro' untuk mengirim pesan singkat ke Mas Aji , abang sepupuku .

Kulihat sekilas jam dinding kelas . Sepuluh menit lagi jam pulang sekolah , namun Pak Agung sepertinya bergegas mengakhiri pelajaran Fisikanya hari ini tepat setelah ku selesai menatap jam yang setahun menemani kelasku itu dan tak lupa beliau memberi oleh - oleh lima buah soal untuk dikerjakan di rumah kepada siswa - siswinya .

" Ayok , Git . Ke masjid dulu , dzuhuran ." ajakku pada Gita , satu - satunya akhwat seangkatan yang satu kelas denganku .

" Oke ," jawabnya sembari membereskan ketiga buku tebal yang siap ia tenteng dengan kedua tangannya .

Seusai sholat dzuhur aku sempatkan mengirim pesan ke Mas Aji .

" Mas , tolong sampein ke ibuk ya ... Aku nanti pulang agak sore , jam empat . Soalnya masih ada agenda syuro' inti . Makasih " . Lima menit aku menunggu balasan . Dan Mas Aji pun tak membalasnya . Mungkin masih tidur siang pikirku . Tanpa berlama - lama aku , Gita , dan teman - teman akhwat lainnya bergegas menuju ruangan kelas untuk agenda syuro hari ini .

Entahlah , agenda syuro inti kali ini kurasa berjalan sangat lama . Dan cukup alot perbedaan pendapat dari teman - teman . Ah , aku tak begitu fokus dengan syuro' kali ini . Ada keinginanku yang cukup kuat untuk segera pulang . Ibuk pasti menungguku . Dan tiba - tiba aku teringat dengan pesan singkat yang kukirim ke Mas Aji . Tak ada balasan hingga kini . Sudahkah ia sampaikan kepada ibuk ? Aku takut beliau akan khawatir menungguku akhir ashar ini .

Kulihat jam di ponselku , 16.41 . Astaghfirullah , sudah terlambat empat puluh menit dari jadwalku sampai di rumah . Bagaimana ini ? Emm ... Harus pulang , kuputuskan . Tanpa ada lagi rasa sungkan . Sudah terlalu sore ini menurutku .

" Fir , afwan aku harus pulang dulu . Ini sudah terlalu sore , sepertinya ibuku akan benar - benar marah ." kataku kepada Firman , ketua majlis kami . Nampak di wajahnya sedikit kurang rela melepas satu anggotanya untuk pulang lebih awal padahal masih belum mencapai kesepakatan ending dari syuro' hari ini . Namun , ia mengangguk mengijinkanku pulang . Alhamdulillah .

Cepat saja kukayuh sepedaku . Namun tiba - tiba sepedaku terasa berat . Kulihat sekilas ban depan . Astaghfirullah , ban sepedaku kempes . Terpaksa harus kutuntun . Beberapa saat kemudian , suara seseorang mengucap salam dari arah belakang mengagetkanku .

" Assalamu'alaikum , Rifa Setyaningrum ya ? "

Kutengok suara darinya dan cukup terkejut melihatnya . Ahmad , teman SMPku menyapaku dengan nama lengkapku . Aku tersenyum , dia masih mengingatku setelah tiga tahun tak bertemu . Lalu kami mengobrol sebentar menanyakan kabar masing - masing . Sepertinya dia jauh lebih baik sekarang . Lebih santun sikapnya . Hanya ucapan syukur yang melabuh dalam hati setelah lega saling bercerita , walaupun hanya sekitar sepuluh menit .

" Ban kamu kempes . Pulang bareng aku aja ? Udah hampir maghrib lho ," tawarannya sempat kupertimbangkan . Aku ingat pesan ibuk . Aku takut ibuku tahu , aku dibonceng seorang ikhwan yang sama sekali tak ada hubungan darah ataupun kekerabatan seperti Ahmad . Karena selama ini , aku hanya pernah dibonceng oleh Mas Aji .
" Emm ... bagaimana ya ? Aku jalan kaki saja sepertinya "
" Tenang saja Fa , jangan khawatir . Aku nanti yang bilang ke ibumu . Keadaan gawat darurat gitu !" ucapnya sembari tersenyum .

Sepertinya dia paham apa yang kutakutkan . Ah , sebentar lagi maghrib . Ibuk pasti benar - benar akan marah jika aku tak segera sampai di rumah . Ku iyakan saja tawarannya . Lalu sepedaku kutuntun ke salah satu warung tambal ban yang tak begitu jauh . Kutitipkan , esok pagi akan kuambil . 

***
" Beginikah sikap seorang akhwat , seorang putri yang ibu elu - elukan ? Berboncengan dengan lawan jenis yang bukan mahrammu ? "
" Maafkan aku buk , dia benar - benar hanya ingin membantuku . Aku takut ibu akan marah jika aku pulang telat..." suaraku lirih , dan sedikit terisak . 
" Ibu memang akan marah jika kamu telat pulang dan ibu jauh lebih marah jika kamu dengan mudahnya menerima tawaran boncengan dari anak laki - laki seperti dia !"

Aku hanya terdiam , menunduk . Sesekali mengusap tetesan airmataku yang tumpah . Apa yang kutakutkan terjadi . Dan Ahmad tak sempat bercerita dan menjelaskannya kepada ibukku . Dia bergegas pergi tak menepati janji yang sempat membuatku merasa pantas menerima tawarannya . Hingga amarah ibuk benar - benar memuncak . Sebuah tamparan yang pada akhirnya kusadari memang pantas kudapatkan .

Selama ini , aku memang selalu menurut dengan apa yang telah dipesankan oleh ibuk . Tapi entah apa yang membuatku semudah itu menerima tawaran yang mungkin bukan tawaran yang asing bagi kalangan muda jaman sekarang . Aku telah lalai mengabaikan pesan ibukku . Satu - satunya belahan jiwaku yang menyayangiku .

" Maafkan putrimu Rifa , buk . Rifa tak bisa menjaga diri Rifa sendiri . Hanya menolak tawaran seorang ikhwan saja aku tak mampu . Maaf ... " kubisikkan pada udara malam yang dingin .
" Semoga besok pagi , engkau benar - benar memaafkanku ..."

Kamis, 14 April 2011
Posted by Etika Indra Khusna

Because of love

Dengan semua keindahannya

Mampu merubah pikir dan keputusan

Mampu merubah lara hingga kebahagiaan

Mampu merubah keluh menjadi senyum

Mampu merubah kanak menjadi dewasa

Mampu merubah jiwa kosong menjadi kekuatan iman

Mampu merubah rona pipi hingga ucapan terimakasih

Mampu merubah keputusasaan menjadi motivasi

Mampu merubah pribadi menjadi kebersamaan

Karena cinta ...
Dan keindahan lajunya itu anugerah
Posted by Etika Indra Khusna
Tag :

My Clock

Popular Post

Pengunjung Blog

unique stats

- Copyright © Kaf -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -