Posted by : Etika Indra Khusna Selasa, 24 Juli 2012

 #Baru bisa terbit nih, hehe ... monggo :)

Murid-murid di MI Kenjeran ^^

Pengalaman selalu menjadi guru terbaik dalam kehidupan. Begitu juga dengan pengalaman beberapa waktu lalu yang aku jalani. Kusebut dengan istilah operasi kecil. Mengapa operasi kecil? Sebab dalam operasi ini mengandung berbagai operator yang memiliki arti dan makna yang dalam. Terdapat operator tambah yang sekiranya mengoperasikan antara aku dan sebuah kehidupan untuk saling menambahkan berbagai kreasi ilmu, pengalaman, maupun cerita. Ada operator kurang, sekiranya aku dan kehidupan dapat saling mengurangi kesombongan, kegengsian, dan hal negatif yang fatal mampu merusak jiwa-jiwa yang sederhana ini. Operator kali, sekiranya mengkalikan setiap kebahagiaan yang memberkah dari sebuah pengalaman, lalu bagi sebagai operator yang membagi setiap cerita dalam kebaikan jiwa yang ikhlas. Bisa kalian tebak apa pengalaman yang mengagumkan itu? Akan segera kujawab ….

Cerita berawal dari organisasi mahasiswa yang berada di kampusku. Badan Eksekutif Mahasiswa ( BEM ) menawarkan sebuah kegiatan yang cukup menarik perhatianku. Program Desa Binaan yang di dalamnya terdapat salah satu program bernama “ Mengajar “. Nah! Tepat sekali! Ini dia jawabannya. Program “Mengajar” inilah yang menjadi pengalaman berhargaku untuk menjadi sosok yang setidaknya berusaha menjadi sutradara operasi kecil. Tiga pertemuan ( setiap akhir pekan ) di salah satu MI di tepi Pantai Kenjeran telah aku dan kawan-kawan pengabdi operasi kecil lakukan. Sederhana memang, hanya mengajar dua mata pelajaran inti UNAS 2012, Matematika dan IPA yang kukira mereka tak sekalipun bersemangat mempelajari keduanya bersama kami. Dan ternyata itu salah. Keantusiasan mereka sempat membuatku terharu dan semakin bersemangat dalam mengajar.

Pertemuan pertama adalah hari Sabtu tanggal 10 Maret 2012 yang kami isi dengan perkenalan dan mengerjakan beberapa soal pretest Matematika dan IPA. Hari pertama memberiku kesan yang menyenangkan dan pertemuan berlanjut pada tanggal 11 Maret 2012 yang membahas tentang jawaban dan penjelasan Pretest hari sebelumnya. Semakin terharu ketika mereka dengan tawa, senyuman, dan semangat belajar menjadikanku sosok yang merasakan kesederhanaan di dekat mereka. Cerita mereka tentang ular yang memakan tikus atau tentang acara televisi yang menjadikan mereka malas belajar dan kesemuanya mereka ceritakan dengan sederhana dan mimik lucu ala anak SD.

Minggu kedua, pada hari Sabtu kami harus rela berhalangan hadir. Ada beberapa keperluan yang membuat kami tidak bisa “menginspirasi” dalam pengabdian operasi kecil. Namun berbeda setelah pertemuan ketiga kami lakukan, ketika hari Minggu tanggal 18 Maret 2012. Walaupun hanya lima mahasiswa yang berangkat ke MI dimana kami siap melanjutkan materi mata pelajaran IPA kami tetap bersemangat menyapa mereka dengan rasa tulus kami untuk berbagi. Namun ada beberapa pertanyaan dan pernyataan yang membuatku benar-benar terharu sebab mengisyaratkan sebuah rasa rindu akan ketulusan kami kepada mereka.

“ Kak, kemarin kok nggak datang pas hari Sabtu?”

Atau

“ Kak, kok yang datang jadi sedikit?”

Atau

“ Kak, lho yang mas-mas sama mbak-mbak lainnya kemana ?”

Ya Allah, serindu itukah mereka menginginkan kami setidaknya datang dalam jumlah banyak serta selalu menyenangkan hati mereka dengan belajar ala nuansa operasi kecil? Semoga ketulusan mereka untuk bertemu menjadikan kami semakin dekat dengan mereka dan ikut merasakan kesederhanaan ini.

Tak berhenti disini saja, sebab cerita baru saja akan dimulai. Berawal dari pertanyaanku pada segerombol adik-adik yang kubimbing.

“ Ayo, adik-adik, siapa yang pengen lulus ?”

Serempak tanpa komando mereka mengacungkan tangan dan teguh dengan keputusan menginginkan sebuah catatan kelulusan mereka terima dengan segera saat itu. Pertanyaan kulanjutkan lagi.

“ Mbak lanjutin, siapa yang pengen ngelanjutin sekolah?”

Serentak mereka berkata,

“aku, mbak, aku, aku “

Namun salah satu dari mereka tepat menjawabnya dengan kalimat,

“ ingsun, mbak! Ingsun … ingsun “

Ingsun, adalah sebutan bahasa jawa untuk kata saya. Benar saja anak lelaki yang berkata “ingsun” tadi bersemangat ketika kutanya kembali kemana ia ingin melanjutkan sekolah? Dengan kemantapan hati di menjawab,

“ mondok, mbak!”

Sesungging senyuman rasa bangga tertuang dalam guratan tatap matanya yang bulat dan tentu polos dan dalam kejujuran.

Dari sini ceritanya dimulai. Namanya Rizky, ah namanya sama seperti nama kucing kesayanganku, ups hehe. Dia bercerita panjang tentang keinginannya untuk bersekolah islami atau “nyantren” bahasa kerennya. Namun, tiba-tiba ceritanya terhenti pada sebuah kalimat. Lalu ia lanjutkan bertanya padaku.

“Mbak, kata temenku, kalo kita mondok, mimpi dan cita-cita kita nggak bisa dicapai? Bener ta mbak?

Aku tersentak. Hatiku diam mendadak. Cita-cita? Aku bergumam dalam hati.

“Kau sama seperti masa kecilku dulu, cita-cita selalu berseliweran di fikiran ... mengambang, dan meminta tanggung jawabku!”

Sekelebat film yang baru saja kusaksikan melemas di otakku. Negeri 5 Menara, cerita anak perantauan yang rela meninggalkan kampung halaman untuk mondok. Dan ia ( Alif ) sempat ragu, jika nanti sudah mondok, akankah semua mimpinya harus pupus dan sirna. Akankah ia harus menjadi seorang ustadz saja ?

Sama, ya, sama dengan Rizky. Sempat kutanya kepada Rizky yang masih berharap akan jawabanku.

“Pengen jadi apa dek kalo besok sudah besar?”

“Pemain sepakbola, Mbak.” jawabnya mantab.

Aku terdiam sebentar dan kuhirup beberapa kali nafas untuk siap menjawab pertanyaan polos Rizky dengan jawaban yang tepat dan menyenangkan hatinya.

“Mondok ataupun sekolah umum pada nantinya setiap mimpi dan cita-cita kita pasti tetap ada, Dek. Namun tak mudah dalam mencapainya sebab butuh kesungguhan dalam mencapainya. Ketika adek pengen jadi pesepakbola ya adek harus berusaha untuk mencapainya. Ada sebuah pepatah Arab yang kurang lebih seperti ini : Man Jadda Wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh dia mendapatkannya. Maka, kalo ada mimpi dan cita-cita adek yang pengen dicapai, pakai semangat Man Jadda Wajada ya, Dek” .

Raut wajahnya sekejab berubah. Lalu dia kembali bertanya.

“Apa mbak tadi pepatahnya?”

“Man Jadda Wajada.”

“Oh, Man Jadda Wajada. Bagus mbak! Bisa tak buat penyemangatku. Makasih”

Ia berlalu sambil berlari keluar kelas. Ada raut senang dan semangat di wajahnya. Akupun juga. Lega rasanya ketika bisa menginspirasi orang lain yang dalam situasi ini adalah si Rizky yang bersemangat dalam mencapai mimpi dan cita-citanya.

Benar-benar pengalaman yang menyenangkan ketika bisa berkonstribusi sedikit dalam hal mengajar terutama. Semoga ini menjadi aktivitasku yang mampu bermanfaat nantinya. Ada cerita lucu, cerita menyebalkan, cerita menyenangkan dari sebuah program mengajar seperti ini. Hebat bukan? Mengajar, menginspirasi banyak insan. Mengajarlah, maka akan kau temukan sebuah kesederhanaan dari kehidupan.

Spertinya seru obrolan mereka :D

{ 3 komentar... read them below or Comment }

  1. MENGAJAR
    ternyata bukan hanya cara untuk mentransfer ilmu, tapi juga untuk memberikan semangat dan inspirasi untuk orang yang kita ajar.
    keren postingannya tik :D

    kegiatan ini hanya di batasi untuk anak BEM aja ta tik ?

    BalasHapus
  2. Subhanallah... mugi manfaat barokah...

    *dalam hati berkata: kota kecilmu sudah menanti dek... kapan mau balik ke adik-adik yang ada disana? =)

    BalasHapus
  3. @M.Iqbal Arifhan , matursuwun, ditunggu postingan e sampean yang keren nangkring di daftar bacaanku :D . Enggak terbatas kok, dulu aku ikut ini sukarela bareng temen2ku tp penyelenggaranya anak BEM
    @Mas Arif , Aamiin :D, sementara baru sama adek2 SD depan gangku mas, tp cuma memberi semangat pagi #hehe ... #ngasih semangat, foto2, kenalan .. belum sampek terjun ngajar

    BalasHapus

My Clock

Popular Post

Pengunjung Blog

unique stats

- Copyright © Kaf -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -