Posted by : Etika Indra Khusna Selasa, 23 Oktober 2012

Pagi, semangat masih mengepul-ngepul di otak. Sempat lelah karena tadi malam nyuci baju satu bak mandi besar. Sebelumnya juga sudah berpusing ria, tepatnya migrain. Kurang tidur kayaknya sih, tapi telah terusir oleh semangat pagiku. Shubuh usai, bersih diri usai juga. Dan sekarang stay di depan laptop. Rutinitas.

Hebat ! Kali ini bukan sedang fokus mengerjakan tugas, tapi sedang memutar-mutar otak mencari kalimat-kalimat yang tepat untuk mencuatkan cerita pagi.

Oke, mari kita mulai! Sebelumnya, silakan baca basmalah dulu, setalah itu baca Yasiin, sekalian deh jus 30 ( becanda deh :p ). Ini tentang sebuah cerita berkelanjutan, guys ! Baca dengan seksama dan nggak boleh sesingkat-singkatnya :p

Dia perempuan. Bukan aku,kakak iparku, ataupun sahabat-sahabat perempuanku. Bukan! Dia perempuan yang sentuhannya selembut udara pagi, senyumannya mendamaikan seisi bumi, hingga terkadang kesedihannya menjadikan langit ikut merasakannya. Aku heran, mengapa bisa demikian? Begini awalnya ...

"Panggil namaku ibuk, Nduk .."

Itulah kalimat yang terus terulang dan kudengar hampir setiap hari. Sosoknya yang berkata bahwa dia bernama "ibuk" selalu saja mucul di hadapanku. Kurang lebih 30 centimeter di depan mukaku. Terkadang malah sangat dekat. Tak sungkan mencium dahiku, menggoyang-goyang tubuhku, menutupi tubuhku dengan baju-baju mungil, menenangkanku saat aku mulai tidak diperhatikan dengan berkata

"Cup.. cup.. nggak pareng nangis ya,"

Ah, manis sekali. Aku menurutinya. Tak menangis dan mulai tersenyum saat wajahnya menggodaku, sesekali mengagetkan aku dengan berkata

"Ciluk.. Bba.."

Itu hal yang paling aku suka. Wajahnya menyenangkan. Aku yakin dia sangat baik. Baik sekali.
Ibuk. Ah, aku suka dengan panggilan itu. Panggilannya menjadikan aku dekat. Walaupun semakin besar ~badan dan umurku~ aku semakin nakal, tapi caranya dalam menyayangiku tak pernah pudar. Mengapa aku begitu yakin? Sebab ada raut keikhlasan di wajahnya. Dia selalu merawatku, memberi wajahku bedak agar terlihat cantik, memotong kukuku saat kukuku mulai menghitam, meniup mataku saat aku kelilipan, menyuapiku dengan makanan kesukaanku, dan cara-cara manis lainnya. Semuanya ikhlas dan tidak sekalipun meminta tagihan kepadaku.

..........

Hingga waktu berjalan semakin ke depan. Aku mulai tau, orang lain yang juga sangat baik di tempat ini. Mereka adalah bapak dan kakak laki-lakiku. Tapi bapak cenderung kaku dan berwatak keras, tapi sangat menyayangiku. Aku sering digendongnya saat sore hari. Berjalan-jalan di depan rumah. Sesekali berceloteh yang aku tak faham apa maksudnya ~saat aku masih kecil~. Aku suka caranya menyayangiku. Manis sekali.

Bapak selalu mengingatkanku, menasehatiku, tak jarang memarahi dan menghukumku saat aku salah. Dan aku semakin tau, yang mana yang baik dan yang mana yang tidak baik. Itu semua berkat cinta dan kasih beliau. Dan kini aku swmakin paham cara beliau mendidikku dan mendidik kami.

Lain bapak, lain pula kakakku. Dia itu kakak yang abstrak, sering nakal padaku, tapi juga sering baik padaku. Dia lebih banyak diam. Yang aku suka adalah saat dia malu karena aku menggangu waktu belajar bersama dengan kawan-kawannya. Ah, padahal akulah si pencair suasana, hehe.Tapi, aku yakin mungkin itulah caranya menyayangiku. Aneh sih, tapi aku yakin suatu hari nanti aku pasti cepat memahaminya.

Nizam Husin Indrakusuma  

Sekarang udah nikah XD, cieeee
Cerita berlanjut, cerita mengukir, aku mengalami banyak pengalaman manis di keluarga ini. Saat kenyataannya aku bukanlah si bungsu, aku sempat iri pada adik lelakiku yang hadir saat kurang lebih usiaku 3 tahun. Semua perhatian tertuju padanya. Aku tak suka situasi ini. Aku tak lagi dimanja. Aku tak lagi sepenuhnya diperhatikan. Aku iri pada adikku. Dan rasa itu berlanjut hingga usia sekolah. Berefek panjang saat aku belum sepenuhnya berfikir dewasa. Aku benar-benar tak menyukainya. Namun kalian tau, aku menyesal. Sangat menyesal. Mengapa aku begitu terlihat bodoh? Mengapa aku berani tak menyukainya? Berani iri dengannya? Jelas ia adalah saudaraku, adikku sendiri, adik kandungku. Ah bodoh! Sangat bodoh!

Aku bersyukur, sebelum semua terlambat aku masih diberi kesempatan mengganti semua salahku dengan semua kasih sayangku. Dan semua itu datang karena sebuah kesadaran dan kedewasaan. Aku menyayanginya. Aku banyak bercerita padanya, aku mulai banyak berbagi dengannya. Entah berbagi cerita, berbagi uang jajan, berbagi makanan. Semuanya berbagi. Dan kalian tau. Itu melegakan. Hingga saat ini, aku dan dia begitu dekat. Aku jadi ingat salah satu quote-nya Pak Darwis Tere Liye

"Benarlah kata orang-orang bijak, selepas sebuah pertengkaran, dua musuh bisa menjadi teman baik. Apalagi dua sahabat, selepas pertengkaran, mereka bisa menjadi sahabat sejati."
Tere Liye, novel Pukat, serial anak2 Mamak


Tapi, ini tentang dua saudara, selepas rasa iri, kita menjadi saudara dan sahabat sejati ^^. Hehe
Adek gue XD : Zamrudi Indra Husada
Mungkin segini dulu cerita ~cenderung tanpa alur~. Lain kali perlu aku upload sekalian foto bapak ibuk. Biar tambah so sweet.
We are INDRA's family
One day, we can meet
One day, we can be a part
But, I hope, this story will be continue
Cause Allah SWT loves us
Cause I love you cause Allah SWT




 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

My Clock

Popular Post

Pengunjung Blog

unique stats

- Copyright © Kaf -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -